Contoh Kasus
:
Buruh Geruduk Grahadi Tolak Outsourcing & Upah Murah
|
|
Kamis,
30 Agustus 2012 13:51:52 WIB
Reporter : Rahardi Soekarno J.
Reporter : Rahardi Soekarno J.
Surabaya
(beritajatim.com) - Ratusan
buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim melakukan aksi di
gedung negara Grahadi, Kamis (30/8/2012) hari ini.
Aksi ini merupakan pemanasan menjelang Mogok Nasional Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM) yang akan serentak dilakukan pada bulan September nanti.
Ketua Aliansi Buruh Jatim Jamaluddin di sela-sela aksi unjukrasa mengatakan, pihaknya menolak upah murah, revisi Permenakertrans 13/2012 dan memberlakukan upah minimum sektoral tahun 2013 di Jatim.
"Kebijakan Menakertrans yang memaksakan untuk menerbitkan Permenakertrans 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja lajang yang semula 46 menjadi 60 item, merupakan sebuah bentuk dari pemerintah tetap akan menjalankan politik upah murah," tegasnya.
Menurut dia, politik upah murah itu terlebih diterapkan bagi buruh outsourcing yang bekerja tanpa kepastian. Hal tersebut merupakan kegagalan dan lalainya negara dalam mengimplementasikan amanah konstitusi dalam mewujudkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Revisi permenaker tersebut hanya menambahkan 14 item, ikat pinggang, kaos kaki, deodorant, setrika 250 watt, rice cooker ukuran 1/2 liter, celana pendek, pisau dapur, semir dan sikat sepatu, rak piring portable plastik, sabun cuci piring (colek), gayung plastik ukuran sedang, sisir, ballpoint/pensil dan cermin 30x50 cm.
Revisi permenaker tersebut masih belum memperhitungkan kebutuhan hidup buruh yang berkeluarga dan berbasiskan kebutuhan hidup buruh yang riil dan layak.
Secara umum kesadaran pengusaha dan pematuhan terhadap pemenuhan hak-hak buruh masih rendah sehingga pelanggaran di Jatim, masih sangat tinggi dan memunculkan sejumlah kasus-kasus buruh antara lain:
1. Kasus buruh PT Sri Rejeki Pasuruan
2. Kasus buruh PT Japfa Comfeed Sidoarjo
3. Kasus buruh Kebun Binatang Surabaya
4. Kasus buruh di CV GSM Sidoarjo
5. Kasus buruh PT SDP dan PT SEP Sidoarjo (dalam tahapan penyelesaian)
Dia menjelaskan, mekanisme utama penyelesaian sengketa buruh yaitu melalui UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) gagal menyelesaikan kasus buruh secara cepat, tepat, adil dan murah.
Jalur hukum yang lainnya juga tidak dapat memberikan akses keadilan terhadap buruh akibatnya buruh menjadi korban ketidakadilan dan termiskinkan oleh sistem penyelesaian sengketa yang neolib dan sarat dengan mafia peradilan.
Aksi ini merupakan pemanasan menjelang Mogok Nasional Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM) yang akan serentak dilakukan pada bulan September nanti.
Ketua Aliansi Buruh Jatim Jamaluddin di sela-sela aksi unjukrasa mengatakan, pihaknya menolak upah murah, revisi Permenakertrans 13/2012 dan memberlakukan upah minimum sektoral tahun 2013 di Jatim.
"Kebijakan Menakertrans yang memaksakan untuk menerbitkan Permenakertrans 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja lajang yang semula 46 menjadi 60 item, merupakan sebuah bentuk dari pemerintah tetap akan menjalankan politik upah murah," tegasnya.
Menurut dia, politik upah murah itu terlebih diterapkan bagi buruh outsourcing yang bekerja tanpa kepastian. Hal tersebut merupakan kegagalan dan lalainya negara dalam mengimplementasikan amanah konstitusi dalam mewujudkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Revisi permenaker tersebut hanya menambahkan 14 item, ikat pinggang, kaos kaki, deodorant, setrika 250 watt, rice cooker ukuran 1/2 liter, celana pendek, pisau dapur, semir dan sikat sepatu, rak piring portable plastik, sabun cuci piring (colek), gayung plastik ukuran sedang, sisir, ballpoint/pensil dan cermin 30x50 cm.
Revisi permenaker tersebut masih belum memperhitungkan kebutuhan hidup buruh yang berkeluarga dan berbasiskan kebutuhan hidup buruh yang riil dan layak.
Secara umum kesadaran pengusaha dan pematuhan terhadap pemenuhan hak-hak buruh masih rendah sehingga pelanggaran di Jatim, masih sangat tinggi dan memunculkan sejumlah kasus-kasus buruh antara lain:
1. Kasus buruh PT Sri Rejeki Pasuruan
2. Kasus buruh PT Japfa Comfeed Sidoarjo
3. Kasus buruh Kebun Binatang Surabaya
4. Kasus buruh di CV GSM Sidoarjo
5. Kasus buruh PT SDP dan PT SEP Sidoarjo (dalam tahapan penyelesaian)
Dia menjelaskan, mekanisme utama penyelesaian sengketa buruh yaitu melalui UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) gagal menyelesaikan kasus buruh secara cepat, tepat, adil dan murah.
Jalur hukum yang lainnya juga tidak dapat memberikan akses keadilan terhadap buruh akibatnya buruh menjadi korban ketidakadilan dan termiskinkan oleh sistem penyelesaian sengketa yang neolib dan sarat dengan mafia peradilan.
Sumber :
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2012-08-30/144964/Buruh_Geruduk_Grahadi_Tolak_Outsourcing_&_Upah_Murah
Analisis :
Sudut pandang buruh : Jika saya sebagai buruh maka saya
akan sangat sulit mendapatkan kehidupan yang layak jika perlakuan pengusaha dan
pemerintah masih saja tetap seperti itu, sebagai buruh saya akan meminta upah
yang lebih layak yang sesuai dengan UU.
Sudut pandang majikan : Jika saya sebagai majikan atau
pemilik usaha tersebut, saya akan lebih memperhatikan lagi kesejahteraan para
pekerja saya, karna jika para pekerja atau buruh mendapatkan kesejahteraan yang
layak maka mereka akan bekerja lebih giat dan baik, sehingga produksi
perusahaan semakin baik dan berkualitas dan akan lebih mendapatkan laba dari
penjualan yang lebih banyak. Maka kedua belah pihak baik buruh maupun pemilik
perusahaan sama-sama saling menguntungkan.
Sudut pandang pemerintah : Jika saya di posisi pemerintah saya
akan lebih memperhatikan kesjahteraan buruh dan meninjak lanjuti para pemilik
perusahaan yang melalaikan kesejahteraan pekerjanya dengan jalur hukum sehingga
tidak ada lagi perselisihan yang terjadi, jika semua berjalan lancar tidak akan
ada demo buruh yang akan berdampak buruk terhadap masyarakat lainnya yang juga
akan membuat pemerintah terlibat.